Rabu, 24 Maret 2010

OBSERVASI KELUARGA MISKIN DI KELURAHAN CIGADUNG KOTA BANDUNG

I. PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan masalah utama yang dihadapi oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan di Indonesia secara klasifikasi tersebar di tiga wilayah, yaitu perkotaan, perdesaan dan pesisir dan sekitar hutan. Kemiskinan adalah masalah yang bersifat mulitidimensi, artinya bahwa kemiskinan itu disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk penanganan masalah kemiskinan, perlu dikaji lebih mendalam tentang kemiskinan itu sendiri. Pekerjaan sosial merupakan salah satu profesi yang berperan dalam menangani masalah kemiskinan, dimana dalam penanganannya berfokus pada peningkatan keberfungsian sosial dari si miskin baik secara individu, keluarga, kelompok maupun komunitas. Oleh sebab itu sebagai mahasiswa yang sedang belajar di program Pasca sarjana di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial khususnya bidang kajian kemiskinan sangat diharapkan agar dapat belajar tentang kondisi kemiskinan yang dialami oleh keluarga miskin. Dengan demikian tugas observasi lapangan menjadi sangat penting, sebelum mahasiswa melakukan pratikum.
Observasi lapangan yang dilakukan berlokasi di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung. Sedangkan Rukun Warga (RW) yang dipilih untuk diobservsi adalah RW 02 yaitu di RT 03, RT 04, RT 06 dan RT 07.
II. PROFIL KELURAHAN CIGADUNG
A. Aspek Geografis
Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler merupakan salah satu bagian wilayah Cibeunying Kota Bandung dengan memiliki luas lahan sebesar 264,46 Ha. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Kelurahan Cigadung dibagi dalam jumlah RT dan RW yang terdiri dari 15 (lima belas) RW dan 91 (sembilan puluh satu) RT. Secara administratif kelurahan Cigadung dibatasi oleh :
• Bagian Selatan : Kelurahan Sukaluyu dan Kelurahan Sadang Serang
• Bagian Utara : Desa Ciburial Kec. Cimenyan Kabupaten Bandung
• Bagian Timur : Kelurahan Cibeunying Kec. Cimenyan Kabupaten Bandung
• Bagian Barat : Kelurahan Dago, Kelurahan Sekeloa Kecamatan Coblong
Secara geografis Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler memiliki wilayah datar/berombak sebesar 98% dari total keseluruhan luas wilayah. Ditinjau dari sudut ketinggian tanah, Kelurahan Cigadung berada pada ketinggian 750 m diatas permukaan air laut (dpl). Suhu maksimum dan minimum di Kelurahan Cigadung berkisar 33°C dan 27°C, sedangkan dilihat dari segi hujan berkisar 2.400mm/th dan jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak sebesar 45 hari.
B. Aspek Demografis
Kelurahan Cigadung memiliki jumlah penduduk jiwa pada akhir Januari 2010 adalah : 22.320 jiwa terdiri dari 11.381 jiwa laki-laki dan 10.919 jiwa perempuan. Jumlah kepala keluarga di Klurahan Cigadung saat ini mencapai sekitar 4.979 KK. Berdasarkan data kependudukan dari Kelurahan Cigadung pada tahun 2010 yang dilihat dari segi kepadatan penduduk, intensitas populasinya akan terus bertambah dari waktu ke waktu. Adapun jumlah penduduk tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Kondisi penduduk berdasarkan usia
Tabel 1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Struktur Umur
NO. U M U R JUMLAH
L P JUMLAH %
1 1 – 5 tahun 1011 1003 2014 9,02
2 6 – 9 tahun 1083 1059 2142 9,60
3 10 - 14 tahun 1038 858 1896 8,49
4 15 - 19 tahun 988 967 1955 8,76
5 20 – 24 tahun 987 972 1959 8,78
6 25 – 29 tahun 696 995 1691 7,58
7 30 – 34 tahun 817 995 1812 8,12
8 35 – 39 tahun 1121 911 2032 9,10
9 40 – 44 tahun 685 587 1272 5,70
10 45 – 49 tahun 601 495 1096 4,91
11 50 – 54 tahun 707 553 1260 5,65
12 55 - 59 tahun 600 441 1041 4,66
13 60 - 64 tahun 566 399 965 4,32
14 65 – keatas 501 684 1185 5,31
Jumlah : 11401 10919 22320 100,00
Sumber : Profil dan Typologi Kelurahan Cigadung 2009
Berdasarkan data di atas nampak bahwa komposisi penduduk Kelurahan Cigadung tertinggi adalah usia 6 – 9 tahun sebanyak 2. 142 orang atau 9,60 % dari jumlah penduduk Kelurahan Cigadung, hal ini menunjukkan bahwa di kelurahan usia tersebut merupakan penduduk usia wajib belajar. Sedangkan jumlah usia 35 – 39 tahun menempati peringkat kedua sebanyak 2.032 orang atau 9,10 %, hal ini menunjukkan bahwa usia tersebut adalah merupakan penduduk produktif.

2. Mata pencaharian penduduk
Karakteristik mata pencaharian masyarakat perkotaan pada umumnya adalah sektor swasta, demikian halnya dengan penduduk di Kelurahan Cigadung, berdasarkan pada laporan bulan Januari Kelurahan Cigadung mata pencaharian penduduk dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 2
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
NO. MATA PENCAHARIAN JUMLAH
L P JUMLAH %
1 Pegawai Negeri 1270 868 2138 9,58
2 A B R I 320 186 506 2,28
3 Pegawai Swasta 3147 3093 6240 27,96
4 Tani 16 6 22 0,10
5 Dagang 895 868 1763 7,90
6 Pelajar 3176 3020 6196 27,76
7 Mahasiswa 1109 1113 2222 9,96
8 Pensiunan 370 376 746 3,34
9 Lain-lain 1098 1389 2487 11,14
Jumlah : 11401 10919 22320 100,00
Sumber : Profil dan Typologi Kelurahan Cigadung 2009
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa mata pencaharian terbanyak warga Kelurahan Cigadung adalah pegawai swasta sebanyak 6.240 orang atau 27,96 %, sedangkan mata pencaharian yang paling sedikit adalah petani yakni 22 orang atau 0,10 %.







3. Tingkat pendidikan
Untuk tingkat pendidikan penduduk yang ada di Kelurahan Cigadung dapat kita lihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
NO. PENDIDIKAN JUMLAH
L P JUMLAH %
1 Tidak/Belum Sekolah 876 994 1870 8,38
2 Tidak Tamat SD 693 734 1427 6,39
3 Belum Tamat SD 1019 1154 2173 9,74
4 Tamat SD 2728 3212 5940 26,61
5 SLTP 1201 2185 3386 15,17
6 SLTA 2886 1092 3978 17,82
7 Sarjana Muda (D3) 920 868 1788 8,01
8 Sarjana 1078 680 1758 7,88
Jumlah : 11401 10919 22320 100,00
Sumber : Profil dan Typologi Kelurahan Cigadung 2009
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan yang tertinggi adalah tamat SD sebesar 5.940 atau 26,61 % dari jumlah penduduk Kelurahan Cigadung. Tingkat pendidikan SLTA menempati peringkat kedua sebesar 3.978 orang atau 17,82 %. Bila dilihat komposisi penduduk terbanyak berdasarkan tingkat pendidikan untuk tingkat dasar yaitu yang tidak pernah sekolah sampai tingkat SLTP/sederajat bila dijumlahkan adalah sebanyak 14.796 orang atau 66,29 %. Ini menunjukkan bahwa masyarakat yang bisa menempuh pendidikan sampai ke perguruan tinggi jumlahnya sangat sedikit.

4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Tabel 4
Jumlah Penduduk Menurut Agama
NO. AGAMA JUMLAH
L P JUMLAH %
1 Islam 21641 96,96
2 Kristen 380 1,70
3 Khatolik 234 1,05
4 Hindu 65 0,29
5 Budha - -
6 Lain-lain - -
Jumlah : 22320
Sumber : Profil dan Typologi Kelurahan Cigadung 2009
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Kelurahan Cigadung beragama Islam sebanyak 21.641 orang atau 96,96 % sedangkan terbanyak kedua adalah beragama Kristen sebanyak 380 orang atau 1,70 %.

C. Program-program Pelayanan Sosial
Di Kelurahan Cigadung terdapat berbagai program dalam rangka penanganan permasalahan yang dihadapi warga masyarakat, baik program dari pusat, provinsi, Kotamadya maupun dari warga sendiri. Adapun program tersebut adalah sebagai berikut :
1. Program Bawaku-Pendidikan yaitu bantuan pendidikan yang berasal dari warga di Kelurahan Cigadung dan bantuan beasiswa dari Kotamadya, yang diberikan kepada 109 orang siswa baik SD, SMP maupun SMA.
2. Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bantuan pemerintah pusat.
3. Program Bawaku-sehat Jamkesmas, untuk tahun 2009 peserta Jamkesmas ada sebanyak 567 KK
4. Program Bawaku-Makmur, adalah program untuk pedagang kecil yang diberikanberupa modal usaha sebesar Rp. 500.000,-/ kepala keluarga
5. Bantuan Modal Bergulir PPM P2KP,
6. Program Bantuan UP2K,
7. Program Raskin, program dari pemerintah pusat untuk tahun 2009 jumlah penerima Raskin sebanyak 779 KK
8. Program Bawaku-Pangan, program dari Pemerintah Kotamadya yang diberikan kepada keluarga kurang mampu sebesar Rp. 52.800,-/ KK dan penerima program langsung mengambilnya di kantor walikota.
9. Operasi pasar beras.
D. Kelembagaan
Kelembagaan dan organisasi merupakan bagian dari Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang cukup berperan dalam peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Kelembagaan dan organisasi di Kelurahan Cigadung tergolong kepada kelembagaan dan organisasi formal dan non formal. Lembaga formal adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat disekitarnya secara administratif maupun secara fungsional sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaganya. Sedangkan lembaga non formal adal lembaga atau organisasi yang dibentuk oleh inisiatif warga masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa kelembagaan dapat berbentuk organisasi ataupun nilai, aturan dan kesepakatan yang berlaku dan dipatuhi oleh masyarakat.
Kelembagaan yang ada di Kelurahan Cigadung antara lain :
1. Kelembagaan nilai-nilai kebersamaan dan kerjasama yang diwujudkan dalam bentuk gotong royong misalnya dalam melaksanakan perbaikan saluran air, jalan, mesjid dan prasarana umum lainnya untuk kepentingan warga masyarakat serta kebersamaan dalam menjaga keamanan lingkungan melalui sistem keamanan lingkungan.
2. Kelebagaan pendidikan yang berfungsi dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan transformasi ilmu pengetahuan serta nialai-nilai keagamaan dan budi pekerti seperti sekolah mulai dari tingkat dasar sampai tingkat menengah, kursus-kursus.
3. Kelembagaan pelayanan administrasi publik dan politik seperti Kelurahan, partai politik dan organisasi kepemudaan.
4. Kelembagaan keuangan dan ekonomi untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan pengembangan usaha dan permodalan serta transaksi dalam pemenuhan kebutuhan pokok dan dasar, seperti koperasi, usaha perdagangan, industri.
5. Kelembagaan pelayanan dasar untuk pemeliharaan derajat kesehatan dan kebugaran seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), lapangan olah raga dan taman.
Gambaran mengenai kelembagaan dan organisasi sebagai Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di Kelurahan Cigadung dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6
Kelembagaan di Kelurahan Cigadung
NO. Bentuk Kelembagaan
1. Kelurahan Cigadung
2. Rukun Warga
3. Rukun Tetangga
4. Karang Taruna
5. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
6. Majelis Ta’lim
7. Koperasi
8. Partai politik
9. Puskesmas/posyandu
10. TPA, PAUD
11. TK, SD, SLTP dan SMA
12. Usaha Kecil Menengah (UKM)
13. Gema Peduli Pendidikan Cigadung (GPPC)
14. Wajib Amal Hantarkan Pendidikan Anak Sekolah (WAKAPS)
15. Warung, pedagang kaki lima, toko/swalayan, restaurant
16. Bengkel, industri makanan, industri kerajinan, industri pakaian
Sumber : Profil dan Typologi Kelurahan Cigadung 2009
Selain kelembagaan di atas, di Kelurahan Cigadung ada potensi sosial yaitu adanya warga yang mempunyai kepedulian yang tinggi untuk membantu keluarga yang tidak mampu seperti donatur yaitu 2 (dua) orang pengusaha yang berdomisili di Kelurahan Cigadung. Kedua pengusaha tersebut memberikan bantuan berupa Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) serta SPP gratis yang diwadahi oleh Kepengurusan GPPC (Gema Peduli Pendidikan Cigadung). Akan tetapi dengan adanya program Dana BOS, maka GPPC ini dialihkan kepada Pembelian Buku dan Prasarana Sekolah lainnya.
Selain donatur pemberi bantuan pendidikan di kelurahan Cigadung, masih terdapat keluarga yang mau peduli dengan warga yang kurang mampu, terdapat di RW 10, dimana warga yang mendapat Raskin dibebaskan dari pembayaran dan dibayar oleh seorang donatur dari warga tersebut.
III. KOMUNITAS RUKUN WARGA
Rukun Warga (RW) 02 Kelurahan Cigadung mempunyai jumlah penduduk sebanyak 1453 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 777 jiwa dan perempuan sebanyak 676 jiwa. Secara administrasi RW 02 dibagi menjadi 8 Rukun Tetangga (RT). Sebagaimana halnya dengan Rukun Warga yang lain, Rukun Warga 02 juga mendapat beberapa program dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Adapun program tersebut adalah:
1. Program Raskin, Raskin merupakan pelayanan sosial yang merupakan program pemerintah pusat yang terdapat di wilayah RW 02. Untuk tahun 2009 jumlah penerima Raskin sebanyak 83 KK
2. Program Bawaku-Sehat, Jumlah penerima Program Bawaku-Sehat di RW 02 adalah sebanyak 214 KK, dan merupakan jumlah penerima bantuan terbanyak untuk wilayah Kelurahan Cigadung.
3. Program Bawaku-Pangan, adalah program pemberian bantuan berupa uang @Rp. 52.800,- per keluarga kepada keluarga tidak mampu (miskin) dan diterima langsung di Kantor Walikota Bandung.
4. Program Bawaku-Makmur, program bantuan berupa modal usaha bagi pedagang kecil sebesar @Rp. 500.000,- per keluarga
5. Program Bawaku-Pendidikan, selain Dana BOS yang diterima di sekolah-sekolah, untuk Kelurahan Cigadung ada bantuan pendidikan yang diterima yaitu berupa beasiswa yang bersumber dari walikota untuk SD sebesar Rp. 250.000,- per tahun, SMP Rp 300.00,- per tahun dan SMA 350.000,0 per tahun. Dari Donatur yaitu warga(pengusaha) di kelurahan Cigadung, masing-masing SMP sebesar Rp 50.000,- per bulan dan SMA Rp.75.000 per bulan.
6. Pelayanan sosial lainnya, yaitu pelayanan kesehatan seperti posyandu yang dilakukan sekali seminggu, ditambah dengan adanya kegiatan penyuluhan kesehatan oleh petugas kesehatan dari Puskesmas. Dalam bidang keagamaan, adanya pengajian dari ibu-ibu dan juga bapak-bapak, bantuan kepada fakir miskin dan kaum Dhuafa serta Yatim Piatu pada saat hari besar keagamaan, operasi pasar beras, dan kegiatan sosial lainnya.
7. Sarana prasarana yang ada di RW 02 adalah : Lapangan Golf, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), sarana ibadah, Majelis Ta’lim, Tempat Penitipan Anak (TPA).
Rukun Warga (RW) 02 menjadi lokasi observasi tentang keluarga miskin. Sesuai dengan arahan dari Ketua RW, observasi dilakukan di beberapa RT sesuai dengan jumlah keluarga yang akan diamati. Pada awalnya pengamatan dilakukan di beberapa RT dan setelah melihat kondisi keluarga miskin yang layak untuk diobservasi sesuai dengan tugas yang diberikan, maka ditetapkan bahwa keluarga yang akan diobservasi bertempat di 3 (tiga) RT yaitu RT 03, RT 04 RT 06 dan RT 07.
Dalam observasi yang dilakukan di RW 02, dapat diketahui bahwa di RW tersebut terdapat hubungan yang baik sesama warga. Seperti halnya di RT 07, salah satu keluarga miskin yang mempunyai rumah tidak layak huni mendapat bantuan renovasi dari warga kerjasama dengan pihak Masjid. Demikian dalam hidup sehari-hari warga sering saling membantu satu sama lain terutama bagi keluarga-keluarga yang hidupnya kekurangan, misalnya jika ada anggota keluarganya yang kurang mampu menderita sakit, maka para tetangga akan turut membantu.
IV. PROFIL KELUARGA MISKIN
A. Keluarga ” Sy”
Bapak “Sy” adalah warga RT 07 RW 02 di Kelurahan Cigadung dan merupakan salah seorang Kepala Keluarga yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan. Ia mempunyai empat orang anak, anak yang sulung saat ini duduk dibangku SMP, anak kedua dan ketiga duduk dibangku SD, sedangkan anak keempat baru berusia 2,5 tahun. Setiap hari, pagi-pagi benar “Sy” harus berangkat ketempat kerja dengan menggunakan angkot. Sebagai Kepala Keluarga ia bertanggung jawab untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Pekerjaan sebagai buruh bangunan tidak selamanya lancar, terkadang tidak ada pekerjaan. Apabila kerja bangunan sedang kosong, “Sy” melakukan pekerjaan apa saja agar mendapatkan uang untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Sebagai buruh bangunan “Sy” berpenghasilan sebanyak Rp. 300.000/minggu. Dengan penghasilan tersebut keluarga berusaha untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, termasuk uang makan dan uang transport “Sy” setiap hari. Beruntung ketiga anak mereka yang sekolah tidak membayar uang sekolah, namun tetap harus membeli buku, pakaian dan keperluan sekolah lainnya.
Istri “Sy” saat ini tidak dapat membantu mencari nafkah karena mempunyai seorang bayi yang harus dirawat. Sebelum melahirkan, istri “Sy” sering membantu mencari nafkah dengan mencuci dan setrika pakaian jika ada yang meminta.
Jika dilihat dari aset kepemilikan, keluarga ini hanya memiliki rumah yang mereka tempati, ditambah dengan perabot yang sederhana, mereka tidak memiliki perabot elektronik seperti televisi, kulkas dan lain-lain. Keluarga ini tinggal di rumah sendiri yang sangat sederhana, dapat dikatakan tidak layak huni dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 6 orang dengan ukuran 2,5 x 6 m², ruang tidur hanya disekat dan tanpa pintu untuk tempat tidur bersama, padahal anak mereka yang pertama seorang perempuan sudah masuk usia remaja, ditambah lagi dengan anak laki-laki yang sudah akil balig. Rumah tidak mempunyai ventilasi yang cukup Kamar mandi di depan rumah dengan kondisi yang sangat memprihatinkan karena tidak tertutup dengan baik.
Hubungan sosial keluarga dengan tetangga relatif baik, sehingga tetangga sering membantu keluarga dalam kehidupan sehari-hari dengan memberi makanan atau terkadang bantuan uang, apalagi jika ada anggota keluarga yang sakit. Demikian jika ada kegiatan di RT, keluarga berusaha untuk turut terlibat dalam kegiatan tersebut. Dalam kegiatan keagamaan khususnya pengajian ibu-ibu, istri “Sy” jarang mengikutinya dengan alasan malu karena tidak mampunyai pakaian yang bagus.
Hubungan sosial keluarga dengan kerabat terjalin dengan baik, mereka saling membantu sekalipun kehidupan mereka tidak jauh berbeda yang hidup dalam kesulitan. Jika ada waktu mereka saling berkunjung, akan tetapi yang sering dikunjungi adalah keluarga “Sy” karena kebetulan tinggal berdekatan dengan orang tua mereka.
Program yang diterima oleh keluarga “Sy” adalah program Raskin, program Bawaku Sehat (Jamkesmas) dan Program BOS.
1. Genogram Keluarga “Sy”


1946 1950 1947 1952
2005 1970 1979
1964 1969


1965 1966 1969 1976 1970
1994


1995 1998 2003 2010
Gambar 1 . Genogram Kelurga ”Sy”
Keterangan
= Laki-laki = Ayah dari “Sy” dan istri yang telah meninggal
= Perempuan = Ibu dari istri “Sy” yang telah meninggal

Bapak “Sy” lahir tahun 1966 dalam keluarga tidak mampu, ketika masih hidup ayahnya adalah seorang pedagang kecil, ibunya tidak mempunyai pekerjaan. Ia adalah anak kedua dari empat bersaudara. Sedangkan istri “Sy” adalah merupakan anak tunggal, ayahnya meninggal ketika umurnya belum genap satu tahun. Ketika hidup ayahnya bekerja sebagai tentara, sepeninggal ayahnya, ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan meninggal ketika ia duduk di kelas dua SD dan dibesarkan oleh pamannya. Bapak “Sy” dan ibu menikah tahun 1994 dan kini mempunyai anak sebanyak empat orang.









2. Ecomap Keluarga “Sy”







116











Gambar 2 : Ecomap Keluarga “Sy”

Keterangan :
: Mudah diakses
: Bisa diakses
: Akses insidental
: Unsur pemerintah

1. Saudara : saudara adalah tempat berbagi dengan keluarga, sekalipun semua hidup dalam kekurangan akan tetapi tetap saling membantu.
2. Orangtua : orang tua yaitu ibu “Sy” dekat dengan keluarga, akan tetapi untuk membantu keluarga secara materi tidak memungkinkan, disamping hidupnya susah juga sudah lanjut usia.
3. Tetangga : Tetangga juga dekat keluarga “Sy”, tetangga sering memberi bantuan baik berupa makanan dan terkadang berupa uang, misalnya jika ada anggota keluarga “Sy” yang sakit. Dan juga tetangga kerja sama dengan pihak masjid membantu keluarga “Sy” untuk membangun rumah orang tua yang kebetulan tinggal berdekatan.
4. Masjid : pihak masjid juga mempunyai hubungan dengan keluarga “Sy”, selain sebagai saudara seiman, pihak masjid juga memberi perhatian kepada keluarga “Sy” dengan memberi bantuan dan juga memperbaiki rumah orang tua bersama dengan warga.
5. Pemborong : keluarga “Sy” mempunyai hubungan dengan pemborong bangunan, karena pemborong yang memberi pekerjaan kepada “Sy”.
6. RT, RW dan kelurahan : adalah sebagai bagian dari pemerintah yang dapat diakses oleh keluarga “Sy”, baik dalam pengurusan surat-surat penting berkaitan dengan kewajiban sebagai warga negara maupun yang melakukan pendataan guna mendapat bantuan dari pemerintah.
7. Sekolah : keluarga “Sy” mempunyai hubungan dengan sekolah yaitu tempat anak-anak bersekolah, SD dan SMP
8. Puskesmas : Puskesmas tempat berobat jika ada anggota keluarga “Sy” yang sakit.
9. Bidan : tempat anak balita “Sy” di imunisasi yang khusus yang tidak diperoleh di psyandu.
10. Posyandu : tempat penimbangan anak dan imunisasi setiap bulan.

B. Keluarga “D”
Keluarga “D” adalah warga di RW 02, RT 04, mereka mempunyai tiga orang anak yang semuanya telah menikah. Pekerjaan “D” dan istri sehari-harinya adalah membuka warung kecil-kecilan dengan menjual indomie rebus, gorengan bakwan, rokok, dan jajanan kecil lainnya. Warung mereka buka 24 jam, istri shif pagi sampai sore dan “D” shif malam, demikian mereka bergantian setiap hari. Pada malam hari jika “D” tidak pulang ke rumah dan terkadang tertidur di warung jika tidak ada pembeli. Penghasilan Keluarga “D” dari hasil warung tidak menentu.
Dalam observasi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa keluarga ini sempat berhenti berjualan selama satu tahun karena istri “D” menderita sakit. Keluarga membawa ibu “D” berobat ke Puskesmas dan sembuh, akan tetapi selang beberapa minggu penyakitnya kambuh lagi dan akhirnya harus diopname di RS Boromeus.
Warung mereka terpaksa ditutup karena kondisi istri “D” yang sakit, selain tidak ada yang mengurus, modalpun merekapun semakin menipis karena keperluan untuk berobat. Keluarga ini tidak mendapat Program Jamkesmas maupun Askeskin, alasannya karena pada saat pendataan “D” masih bekerja sehingga dianggap mampu. Kelurga ini pernah mendapat bantuan modal usaha melalui Program Bawaku-Makmur Kota Bandung sebesar Rp.500.000,-, namun modal tersebut digunakan untuk biaya berobat.
Setelah istri “D“ sembuh mereka berusaha kembali untuk membuka warung dengan cara meminjam uang dari koperasi sebagai modal usaha dan memperbaiki warung yang sudah rusak/bocor. Saat ini warung mereka sudah buka kembali, demikianlah mereka menjalani hidup setiap hari dengan usaha membuka warung.
Hubungan keluarga dengan keluarga dalam hal ini anak sangat baik, demikian halnya dengan tetangga dan lingkungannya. Anak dan tetangga menjadi sumber terdekat yang bisa diakses oleh keluarga guna mendapatkan bantuan. Selama istri “D” menderita sakit, anak dan tetangga memberikan bantuan. Demikian dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, anak sering memberi bantuan kepada keluarga “D”, apalagi salah seorang cucu mereka tinggal bersama-sama dengan mereka. Sedangkan pihak masjid pernah memberikan bantuan sembako kepada keluarga.
Aset yang dimiliki oleh keluarga ini adalah rumah yang sederhana, perabot rumah ala kadarnya, sedangkan perabot elektronik mereka tidak punya. Tanah tempat mereka membuka warung bukalah milik mereka melainkan tanah milik pengusaha Golf yang dijinkan untuk mereka gunakan.
1. Genogram Keluarga “D”

1929 1930 1928 1930
1968 1972 2006
1948 1949


1950 1953 1955 1958 1951 1955 1958
1970

1970 1973 1975
Gambar 3. Genogram Keluarga “D”
Keterangan
= Laki-laki = Ayah dari “D” dan istri yang telah meninggal
= Perempuan = Ibu dari istri “D” yang telah meninggal


“D” lahir tahun 1950 dalam keluarga sederhana, ayah dan ibunya adalah petani. “D” mempunyai saudara tiga orang. “D” menikah dengan istri pada tahun 1970 dan dikaruniai 3 orang anak. Ayah “D” meninggal tahun 1968 ketika “D” masih duduk dibangku kelas dua SD. Istri “D” lahir tahun 1958 dalam keluarga sederhana juga, kedua orang tuanya adalah petani dan kini telah tiada, ayahnya meninggal tahun 1972 dan ibunya meninggal tahun 2006.

1. Ecomap Keluarga “D”


















Gambar 3. Ecomap Keluarga “D”
Keterangan :
: Mudah diakses
: Bisa diakses
: Akses insidental
: Unsur pemerintah

1. Anak : adalah tempat berbagi dengan keluarga “D”, sekalipun semua hidup dalam kekurangan akan tetapi tetap saling membantu.
2. Tetangga : Tetangga juga dekat keluarga “D” , tetangga memberi bantuan kepada keluarga “D” terutama ketika istri “D” sakit.
3. Masjid : pihak masjid juga mempunyai hubungan dengan keluarga “D”, selain sebagai tempat beribadah, pihak masjid juga pernah memberi perhatian kepada keluarga “D” dengan memberi bantuan berupa sembako
4. Pihak Dago Golf : keluarga”D” mempunyai hubungan baik dengan pihak Dago Golf yang memberikan kesempatan kepada keluarga “D” untuk menggunakan tanah/lahan milik Dago Golf sebagai tempat membuka warung.
5. Koperasi : koperasi memberi kepada keluarga “D” untuk dapat membuka kembali warung, sehingga keluarga dapat memperbaiki warung yang sudah rusak karena kurang lebih satu tahun tidak ditempati.
6. Pasar : pasar tempat istri “D” berbelanja barang dagangan yang akan dijual.
7. RT, RW dan Kelurahan : adalah sebagai bagian dari pemerintah yang dapat diakses oleh keluarga, baik dalam pengurusan surat-surat penting berkaitan dengan kewajiban sebagai warga negara maupun yang melakukan pendataan guna mendapat bantuan dari pemerintah.
8. Puskesmas : Puskesmas tempat berobat jika ada anggota keluarga “D” yang sakit.
9. RS. Boromeus : Tempat istri “D” dirawat ketika sakit

C. Profil Keluarga “Sf”
Kelurga “Sf” adalah warga RW 02, RT 06 Kelurahan Cigadung. Keluarga ini mempunyai 3 orang anak. Anak pertama berusia 19 tahun dan sudah tamat dari SMA, anak nomor dua duduk dibangku kelas satu Di SMK sedangkan anak nomor tiga duduk dibangku kelas dua SD.
“Sf” biasanya bekerja sebagai buruh bangunan, penghasilannya tidak menentu, tergantung pada kesehatan dan pekerjaan ada atau tidak. Pada saat dilakukan observasi dan berkunjung ke rumah keluarga ini, “Sf” sedang berada di rumah karena sedang tidak ada pekerjaan.
Saat ini kondisi kesehatan “Sf” sering terganggu, hal itu pula yang menghambat sehingga “Sf” sering tidak ikut bekerja apabila pekerjaan itu adanya di luar Bandung. Istri “Sf” khwatir jika “Sf” harus pergi jauh karena penyakitnya yang sering kambuh saat bekerja. Pernah suatu hari pada saat bekerja, penyakit “Sf” kambuh dan jatuh dari ketinggian bangunan yang sedang dikerjakan, dan harus dilarikan kerumah sakit akibat luka-luka yang dialami yang hingga kini masih membekas terutama di wajah “Sf”. Keluarga sudah berusaha membawa berobat dan hasilnya belum diketahui apa sebenarnya penyakit yang diderita oleh “Sf”. Akan tetapi hingga saat ini “Sf” tidak pernah berobat lagi karena mereka kesulitan biaya.
Demikian halnya dengan istri “Sf”, saat ini tidak dapat membantu “Sf” untuk mencari nafkah karena ia juga menderita penyakit yang menyebabkannya tidak bisa bekerja berat. “Sf” sudah berusaha untuk membawa istri berobat, bahkan keluarga ini sudah menjual tanah warisan untuk biaya pengobatannya. Namun hingga kini penyakitnya belum sembuh. Demikian halnya dengan anak pertama dari keluarga ini, setelah tamat SMA ia mencoba untuk bekerja di Supermarket, namun karena kondisi kesehatannya tidak memungkinkan akhirnya iapun berhenti bekerja.
Saat ini kondisi kehidupan keluarga sangat memperihatinkan. “Sf” berusaha mencari pekerjaan apa saja yang bisa dilakukan demi menafkahi keluarga. Pernah dicoba membawa angkot, akan tetapi karena penyakit yang dialami yang sewaktu-waktu bisa kambuh, sehingga berhenti karena takut mencelakakan orang lain.
Melihat aset yang dimiliki keluarga ini, mereka mempunyai rumah, sedangkan perabot rumah yang mereka miliki sangat sederhana, namun mereka mempunyai televisi yang dibeli ketika “Sf” aktif bekerja.
Hubungan sosial keluarga dengan tetangga relatif baik, tetangga mereka pada umumnya masih keluarga, seperti ketua RT adalah kakak ipar dari “Sf”. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, keluarga ini sering dibantu oleh saudara-saudara mereka, seperti memberi beras, sedangkan biaya sekolah anak yang sedang duduk di SMK sering dibantu oleh Neneknya yaitu ibu mertua “Sf” yang kebetulan menerima uang pensiunan. Untuk kegiatan di lingkungan RT “Sf” selalu terlibat aktif, sedangkan istri “Sf” tidak pernah terlibat karena kondisi kesehatannya tidak memungkinkan.
Program yang diterima oleh keluarga “Sf” adalah program Raskin, Jamkesmas dan Dana BOS untuk anak yang duduk dibangku SD.









1. Genogram Keluarga “Sf”

1944 1948 1943 1946
1998 1960 1975 1961


63 66 68 70 73 75 77 79 82 62 64 67 70 72
1981


1981 1984 2001
Gambar 4. Genogram “Sf”

Keterangan
= Laki-laki = Ayah dari “Sf” dan istri yang telah meninggal
= Perempuan


“Sf” lahir pada tahun 1970 dalam keluarga besar, ia merupakan anak ke empat dari sembilan bersaudara. Keluarga mereka adalah keluarga yang sederhana, ayah dan ibu mereka adalah petani. Ayah “Sf” telah meninggal dunia pada tahun 1998 sedangkan ibunya masih ada. “Sf” menikah dengan istrinya pada tahun 1981, dan mereka dikarunia anak sebanyak tiga orang. Istri “Sf” lahir tahun 1967, lebih tua dari “Sf” tiga tahun. Ketika masih hidup ayah dari mertua “Sf” adalah seorang pegawai tata usaha di UNPAD, dan telah meninggal tahun 1975 ketika mereka masih kecil-kecil.









2. Ecomap Keluarga “Sf”







116











Gambar 6. Ecomap Keluarga “Sf”

Keterangan :
: Mudah diakses
: Bisa diakses
: Akses insidental
: Unsur pemerintah

1. Saudara : saudara adalah tempat berbagi dengan keluarga, keluarga/saudara sering membantu keluarga dalam pemenuhan hidup sehari-hari.
2. Orangtua : yaitu ibu mertua dari “Sf” sering membantu untuk membayar uang sekolah anak yang bersekolah di SMK bila bapak keluarga tidak mendapat pekerjaan
3. Tetangga : tetangga dari keluarga “Sf”kebanyakan masih kerabat dari keluarga, dan mereka sering membantu bila keluarga ini mendapat kesusahan. Menurut istri “Sf” mereka terkadang merasa malu, tapi tidak ada jalan keluar kecuali meminta bantuan.
4. Masjid : lembaga tempat beribadah dan pihak yang memberi perhatian kepada keluarga “Sf”
5. Pemborong : keluarga ‘Sf”mempunyai hubungan dengan pemborong bangunan, karena pekerjaan “Sf” adalah seorang tukang bangunan.
6. RT, RW dan Kelurahan : adalah sebagai bagian dari pemerintah yang dapat diakses oleh keluarga “Sf”, baik dalam pengurusan surat-surat penting berkaitan dengan kewajiban sebagai warga negara maupun yang melakukan pendataan guna mendapat bantuan dari pemerintah.
7. Sekolah : keluarga “Sf”mempunyai hubungan dengan sekolah yaitu tempat anak-anak bersekolah, SD dan SMP
8. Puskesmas : Puskesmas tempat berobat jika ada anggota keluarga “Sf”yang sakit.

D. Keluarga Pak “An”
Keluarga “An” adalah warga RW 02, RT 03 Kelurahan Cigadung. Keluarga ini mempunyai 4 orang anak. Anak pertama berusia 19 tahun, kedua berumuh 17 tahun, ketiga 15 belas tahun dan keempat 13 tahun dan saat ini duduk dibangku kelas dua SMP. “An” biasanya bekerja sebagai caddy di lapangan Golf Dago, penghasilan yang diterima tidak menentu tergantung pada banyaknya pemain golf. Penghasilan mereka sekali mendampingi pemain golf atau sebagai caddy dari pihak pengelola dihargai sebesar Rp. 30.000,- sedangkan tambahan tergantung dari tips yang mereka terima dari pengguna jasa mereka. Untuk mendapat tugas sebagai caddy mereka bergiliran, sehingga belum tentu dalam satu minggu mereka mendapat pekerjaan karena jumlah mereka sangat banyak saat ini ada sekitar 200 orang.
Menurut istri “An”, penghasilan yang diperoleh oleh “An” dan juga anak mereka sangat minim untuk mencukupi kehidupan sehari-hari, sedangkan ia tidak bisa membantu. Namun demikian tidak ada yang bisa dilakukan kecuali mensyukuri apa yang ada dan berusaha agar uang yang ada dapat digunakan sebaik mungkin.
Aset yang dimiliki oleh Keluarga “An” adalah rumah yang kondisinya saat ini belum layak huni, lantai rumah masih tanah, kamar yang belum selesai (belum ada pintu), dapur yang masih sembraut, sedangkan MCK belum ada, dan harus menggunakan sumur dan jamban umum dipinggiran kali yang jaraknya sekitar 200 m dari rumah. Dirumah keluarga ini terdapat telavisi, kulkas, meja belajar, sedang perabotan berharga lainnya tidak ada.
Kehidupan keluarga “An” ditopang oleh anak ketiga mereka yang tahun lalu harus berhenti sekolah dari SMP kelas tiga pada tahun yang lalu, karena ketidakmampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Setelah berhenti sekolah ia bekerja sebagai penjual bola di lapangan golf Dago, dan penghasilannya juga tidak menentu akan tetapi dapat meringankan beban keluarga.
Hubungan sosial keluarga “An” dengan masyarakat di lingkungannya relatif baik, dan jika ada kegiatan warga seperti gotong royong dan kegiatan lainnya keluarga ini berusaha untuk tetap terlibat. Program pemerintah yang diterima oleh keluarga ini adalah Raskin, sedangkan yang lain belum akan tetapi sudah didata untuk menerima program Jamkesmas.

1. Genogram Keluarga “An”


1929 1939 1935 1937
1983 1982 2005
1958 1957



1960 1963 1967 1959 1962 1964
1984


1987 1993 1995 1997
Gambar 3. Genogram Keluarga” An”
Keterangan
= Laki-laki = Ayah dari “An” dan istri yang telah meninggal
= Perempuan = Ibu dari istri “An” yang telah meninggal


“An” lahir tahun 1960, kedua orang tuanya adalah petani, dan ia adalah anak pertama dari bersaudara, ayahnya telah meninggal tahun 1983. Istri “An” lahir tahun 1964 dan mempunyai saudara dua orang, orang tuanya adalah petani.Kedua orang tua istri “An” telah meninggal, ayahnya pada tahun 1982 dan ibunya tahun 2005. “An” dan istrinya menikah tahun 1984, dan mereka dikaruniai anak empat orang anak, tiga orang laki-laki dan satu perempuan.




2. Ecomap Keluarga “An”



















Gambar 3. Genogram Keluarga “An”

1. Anak : anak ketiga yang berhenti sekolah membantu keluarga untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
2. Tetangga : tetangga dapat membantu ketika keluarga “An”dalam kesulitan
3. Masjid : adalah tempat keluarga “An” melakukan ibadah, dan juga untuk bersilatuhahim
4. Dago Golf : keluarga “An” mempunyai hubungan dengan Dago Golf yaitu tempat “An” dan anak ketiga mereka untuk mencari nafkah.
5. Pasar : tempat ketiga anak belanja barang untuk dijual
6. Pembeli : adalah mereka yang mau membeli dagangan dari ketiga anak mereka
7. RT, RW dan Kelurahan : adalah sebagai bagian dari pemerintah yang dapat diakses oleh keluarga “An”, baik dalam pengurusan surat-surat penting berkaitan dengan kewajiban sebagai warga negara maupun yang melakukan pendataan guna mendapat bantuan dari pemerintah.
8. Sekolah : keluarga “An” mempunyai hubungan dengan sekolah yaitu SMP tempat anak keempat bersekolah
9. Puskesmas : Puskesmas tempat berobat jika ada anggota keluarga “An” yang sakit.
V. ANALISA BERDASARKAN TEORI KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang paling dikenal orang. Banyak orang mengatakan bahwa kemiskinan merupakan akar dari masalah sosial. Berbagai studi mengenai kemiskinan telah banyak dilakukan, namun belum ada kesepakatan tentang bagaimana mengartikan kemiskinan tersebut. Menurut Suharto (2005) Tipologi kemiskinan dapat dikategorikan pada empat kategori yakni :
1. Kemiskinan absolut adalah keadaan miskin yang diakibatkan oleh ketidakmampuan sekelompok orang dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti untuk makan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, dll. Penentuan pengukuran biasanya dalam bentuk pendapatan dan pengeluaran, seseorang atau sekelompok orang yang kemampuan ekonominya berada dibawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai miskin absolut.
2. Kemiskinan relatif adalah keadaan miskin yang dialami individu atau kelompok dibandingkan dengan ‘kondisi umum’ suatu masyarakat.
3. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap, gaya hidup, nilai, orientasi sosial budaya seseorang atau masyarakat yang tidak sejalan dengan etos kemajuan (masyarakat modern).
4. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh ketidakberesan atau ketidakadilan struktur, baik struktur politik, sosial, maupun ekonomi yang tidak memungkinkan seseorang atau sekelompok orang menjangkau sumber-sumber penghidupan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.
Berdasarkan hasil Studi SMERU (Suharto, 2009:132), menunjukan sembilan ciri-ciri yang menandai kemiskinan, yaitu :
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar ( sandang, pangan, papan)
2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya ( kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi )
3. Ketiadaan jaminan masa depan ( karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga atau tidak adanya perlindungan sosial dari negara dan masyarakat)
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual ( rendahnya pendapatan dan aset) maupun massal ( rendahnya modal sosial, ketiadaan fasilitas umum )
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ( buta huruf, rendahnya pendidikan dan keterampilan, sakit-sakitan) dan keterbatasan sumber alam ( tanah tidak subur, lokasi terpencil, ketiadaan infrastruktur jalan, listrik, air )
6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai dan berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental
9. Ketidakmampuan atau ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil
Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor. Jarang ditemukan kemiskinan yang hanya disebakan oleh faktor tunggal. Seseorang atau keluarga miskin, dapat disebakan oleh beberapa faktor yang saling terkait satu sama lain, seperti mengalami kecacatan, memiliki pendidikan rendah, tidak memiliki modal atau keterampilan untuk berusaha, tidak tersedianya kesempatan kerja, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak adanya jaminan sosial (pensiun, kesehatan, kematian), atau hidup di lokasi terpencil dengan sumberdaya alam dan infrastruktur yang terbatas. Menurut Suharto, (2009:17-18), secara konseptual, kemiskinan bisa diakibatkan oleh empat faktor, yaitu :
1. Faktor individual. Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dan psikologis si miskin. Orang miskin disebabkan oleh perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam menghadapi kehidupannya.
2. Faktor sosial. Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin. Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia, jender, etnis yang menyebabkan seseorang menjadi miskin. Termasuk dalam faktor ini adalah kondisi sosial dan ekonomi keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan kemiskinan antar generasi.
3. Faktor kultural. Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk pada konsep “kemiskinan kultural” atau “budaya kemiskinan” yang menggabungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau mentalitas. Penelitian Oscar Lewis di Amerika Latin menemukan bahwa orang miskin memiliki sub-kultur atau kebiasaan tersendiri, yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan (Suharto, 2008b). Sikap-sikap “negatif seperti malas, fatalisme atau menyerah pada nasib, tidak memiliki jiwa wirausaha, dan kurang menghirmati etos kerja, misalnya sering ditemukan pada orang-orang miskin.
4. Faktor struktural. Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin. Sebagai contoh, sistem ekonomi neoliberalisme yang diterapkan di Indonesia telah menyebabkan para petani, nelayan, dan pekerja sektor informal terjerat oleh, dan sulit keluar dari kemiskinan. Sebaliknya stimulus ekonomi, pajak dan iklim investasi lebih menguntungkan orang kaya dan pemodal asing untuk terus menumpuk kekayaan.
Berdasarkan hasil observasi terhadap keempat profil keluarga miskin di atas, dapat disimpulkan tentang beberapa faktor penyebab kemiskinan yang mereka alami yakni :
1. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti sandang, pangan, papan. Hal ini terlihat dari kondisi rumah yang sangat sederhana, asupan gizi keluarga yang kurang, serta kemampuan membeli pakaian yang terbatas.
2. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual yakni akibat rendahnya pendapatan dan kepemilikan aset. Naiknya harga kebutuhan pokok sering menjadi pemicu utama terjadinya permasalahan, karena tidak diimbangi kenaikan pendapatan keluarga. Kempat keluarga di atas berpenghasilan tidak tetap, sehingga kenaikan harga hanya akan menambah kesulitan mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai dan berkesinambungan karena rendahnya pendidikan, skill, modal, serta kurangnya jaringan sosial.
4. Tidak adanya jaminan sosial, seperti kesehatan, pensiun. Meskipun sudah ada Jamkesmas namun belum sepenuhnya dapat menjawab masalah kesehatan, seperti keluarga “Sf” meskipun sudah mempunyai Jamkesmas namun tetap harus terpaksa menjual tanah guna biaya pengobatan istrinya. Berbeda halnya dengan keluarga “D”, keluarga ini belum mempunyai Jamkesmas, masalah lain adalah karena usia sehingga “D” harus berhenti dari pekerjaan dan tidak mendapat dana pensiun, karena “D” bekerja di sektor swasta.
5. Ketiadaan jaminan masa depan yaitu seperti rendahnya saving dan investasi pendidikan bagi anak-anak karena biaya pendidikan yang semakin tinggi. BOS hanya berlaku untuk SD dan SMP, sedangkan untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi memerlukan biaya sudah cukup besar. Seperti halnya keluarga “An”, anak mereka harus putus sekolah dari SMP kelas tiga, sedang anak dari keluarga “Sf” hanya sampai pada tingakat SLTA.
Keluarga miskin yang menjadi fokus observasi berada di wilayah perkotaan. Kemiskinan yang diderita keluarga-keluarga miskin diperkotaan, tercermin dari kondisi di mana seseorang atau keluarga tidak memiliki pendapatan dan tabungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, rendahnya kemampuan untuk berproduksi, tidak dimilikinya akses yang memadai terhadap fasilitas pendidikan, layanan kesehatan, rumah yang layak, fasilitas kredit, dan berbagai fasilitas lain serta tidak dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan bagi kehidupan mereka. Kemiskinan sesungguhnya adalah persoalan yang kompleks dan banyak bertali-temali dengan aspek sosial, budaya, politik, dan bahkan perlindungan hukum.
Kemiskinan secara faktual tidak dapat dipandang hanya sebagai sebab atau akibat saja, namun harus dipahami sebagai hubungan kausalitas yang membentuk apa yang disebut “lingkaran setan kemiskinan”. Lingkaran setan kemiskianan ini terjadi akibat keterkaitan antara kemiskinan dengan pendapatan, pendidikan, konsumsi, kesehatan, produktivitas investasi, tabungan dan produksi yang buruk (Suyanto, 2005). Sebuah keluarga yang menghadapi tekanan kebutuhan hidup yang terus melambung, tetapi tidak diimbangi dengan kemampuan yang memadai untuk memnuhinya, maka yang terjadi kemudian niscaya adalah cengkraman perangkap kemiskinan yang membuat keluarga miskin itu menjadi makin miskin dan tidak berdaya.
Permasalahan kemiskinan yang dihadapi keluarga-keluarga miskin seharusnya mendapat penanganan yang serius agar mereka dapat tertolong dari masalah yang mereka hadapi. Adapun strategi yang harus dilakukan untuk mengatasi kemiskinan adalah :
1. Karena kemiskinan bersifat multidimensional, program pengentasan kemiskinan seyogyanya juga tidak hanya memprioritaskan aspek ekonomi tetapi juga memperhatikan dimensi lain. Dengan kata lain, pemenuhan kebutuhan pokok memang perlu mendapat prioritas, namun juga harus mengejar target mengatasi kemiskinan non ekonomik. Oleh karena itu, strategi pengentasan kemiskinan hendaknya juga diarahkan untuk mengikis nilai-nilai budaya negatif seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan, dan sebagainya. Apabila budaya ini tidak dihilangkan, kemiskinan ekonomi akan sulit untuk ditanggulangi. Selain itu, langkah pengentasan kemiskinan yang efektif harus pula mengatasi hambatan-hambatan yang bersifat struktural dan politis.
2. Untuk meningkatkan kemampuan dan mendorong produktivitas, strategi yang dipilih adalah peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan melalui langkah perbaikan kesehatan dan pendidikan, peningkatan keterampilan usaha, teknologi, perluasan jaringan kerja (networking) serta informasi pasar.
3. Melibatkan masyarakat miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, bahkan pada proses pengambilan keputusan.
4. Strategi pemberdayaan. Dalam kaitan ini, Ginandjar Kartasasmita menyatakan, upaya memberdayakan masyarakat setidak-tidaknya harus dilakukan melalui tiga cara, yaitu :
(1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang dengan titik tolak setiap manusia atau masyarakat memiliki potensi (daya) yang bisa dikembangkan
(2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(3) Memberdayakan pula mengandung arti melindungi. Artinya, proses pemberdayaan harus mengantisipasi terjadinya yang lemah menjadi makin lemah.

DAFTAR PUSTAKA

Depsos RI, (2006). Techniques And Guidelines For Social Work Practice, Tim Penerjemah. Pusdiklat Depsos, Jakarta
Profil & Typologi Kelurahan Cigadung Tahun 2009
Suyanto,B. & Karnaji, (2005), Kemiskinan Dan Kesenjangan Sosial; Ketika Pembangunan Tak Berpihak Kepada Rakyat, Surabaya, Airlangga University Press
Suharto, Edi, (2009), Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat; Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, Bandung: Refika Aditama

1 komentar:

  1. datanya berguna banget buat saya.. terima kasih udah mau share info ini, insyaallah dipergunakan sebagaimana mestinya

    BalasHapus